Dalam buku Monzer Kahf (2010) menyebutkan pendapat
Salah As-Sawi tentang boleh atau tidaknya masjid diasuransikan dari risiko
kebakaran atau bencana alam yang lain.
Disepakati oleh para ulama bahwa perjanjian asuransi
komersial adalah hal yang batil karena didasari dengan riba, gharar (ketidakpastian)
dan perjudian sebagaimana sudah diuraikan secara terperinci dalam berbagai
keputusan yang dikeluarkan para ahli fikih yang intinya menyatakan bahwa
perjanjian asuransi jenis ini hukumnya haram.
Alternative Islam dalam hal ini adalah sistem
asuransi takaful atau tabarru’ (tolong-menolong) yang didasarkan pada kerjasama
dan sumbangan para anggotanya untuk saling membantu. Dalam sistem asuransi ini,
para anggota dipandang sebagai peserta asuransi sekaligus penyelenggaranya. Masing-masing
anggota membayar sejumlah uang tertentu dan punya andil dalam keuntungan maupun
kerugian (sesuai jumlah yang mereka bayarkan).
Mengenai pertanyaan yang dikemukakan, awalnya
terdapat dispensasi dalam Islam yang mengizinkan beberapa hal terlarang karena
desakan kebutuhan. Oleh sebab itu, jika benar bahwa masjid yang dinyatakan
benar-benar berada dalam risiko tertimpa musibah dan mengasuransikannya akan
menghindarkan musibah, serta tidak ada sistem asuransi syariah (takaful) yang
halal di negeri tempat masjid itu berada, yang ada hanya asuransi ribawi, maka
dispensasi bisa diberikan kepada penanggung jawab masjid untuk
mengasuransikannya menurut sistem ribawi itu hingga ada suatu alternative Islami.
Kalau alternative yang dimaksud sudah ada, masjid itu harus mengakhiri
perjanjiannya dengan perusahaan asuransi komersial dan mengikatkan diri dengan
perusahaan baru yang menggunakan sistem asuransi syariah.
Sumber:
Kahf,Monzer,dkk. 2010. Tanya Jawab Keuangan & Bisnis Kontemporer dalam Tinjauan Syaria. Solo:
Aqwam.