Audit syariah adalah pemeriksaan laporan keuangan sebuah
entitas yang melakukan akad-akad syariah, apakah sebuah entitas atau perusahaan
tersebut sudah melakukan ketentuan-ketentuan sesuai dengan syariah atau
belum.
Dengan adanya pelaku auditor syariah fungsinya mampu
memastikan mekanisme ataupun operasional suatu entitas agar sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah (Mohd Zamere & Nurmaezah, 2008, hlm 9). Di
Indonesia, yang menjadi auditor syariah ada 2 pelaku yakni auditor dan BPS
(Badan Pengawas Syariah).
Jika ada yang menanyakan apakah fungsi dari 2 pelaku
tersebut bisa dijadikan satu pelaku saja, misalnya auditornya sekaligus
memeriksa kesesuaian prinsip syariah pada sebuah entitas? Mungkin untuk
sekarang belum ada, namun hal tersebut bisa saja terjadi jika memang nantinya
dibutuhkan hal seperti itu.
Ada beberapa komponen untuk pengauditan syariah yaitu
kesesuaian PSAK Syariah dan Fatwa DSN, Independen dan tidak ada pembatasan saat
mengaudit.
Sedangkan tingkatan monitoring (audit) dalam islam ialah
self monitoring (kontrol pribadi), internal monitoring (kontrol dari pihak
internal) dan eksternal monitoring (kontrol dari pihak eksternal). Bisa
disimpulkan bahwa audit dalam islam diawali dari pihak individu-individu sehingga
ketika semua individu mampu mengontrol keinginan ataupun emosinal mereka dapat
diminimalisir, selanjutnya untuk pihak internal dan eksternal akan lebih mudah
untuk dikontrol dan dikendalikan.
Sungguh, indah apabila hal ini bisa diterapkan oleh semua orang.
Tidak hanya sebuah entitas yang melakukan akad-akad syariah. Bila terwujud,
maka terciptalah pertumbuhan ekonomi yang pesat, lapangan kerja semakin
bertambah dan masyarakat yang saling peduli.
Sumber...
Mohd Zamerey & Nurmaezah. 2008. Audit Syariah dalam Institusi
Kewangan Islam di Malaysia. Jurnal
Muamalat Bil.1. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2013. Alamat web http://www.islam.gov.my/muamalat/sites/default/files/jurnal_muamalat/2010/04/8_audit_syariah.pdf
0 komentar:
Posting Komentar