Asuransi Syariah kini semakin berkembang. Sejak diperkenalkan di
Indonesia pada 1994, hingga saat ini jumlah industri asuransi syariah mencapai
39 perusahaan dengan ratusan cabang tersebar di seluruh Indonesia. Kendati
demikian, pangsa pasarnya yang masih dibawah lima persen, dipastikan akan terus
berkembang di masa depan.
“Kini, tantangannya adalah meyakinkan umat Islam untuk melek
asuransi syariah. Karena, manfaatnya sangat besar bagi kehidupan umat Islam
secara keseluruhan bila dibandingkan dengan asuransi konvensional,” kata Ketua
Umum IIIS (Internasional Islamic Insurance Society), kepada Syahruddin El Fikri
dari Republika.
Untuk meyakinkan umat Islam, makanya perlu mengetahui potensi asuransi
syariah di Indonesia, seperti (sumber: www.syakirsula.com):
Pertama, kita adalah negara terbesar berpenduduk muslim di dunia.
Sedangkan konsep syariah seperti mudharabah (bagi hasil) atau di pedesaan
dikenal dengan maro, matelu, itu kan konsepnya rakyat, petani, dan peternak
asli Indonesia. Dengan regulasi yang cukup, sosialisasi yang memadai,
keberpihakan dari pemerintah dan DPR, konsep syariah akan berkembang pesat.
Kedua, saat ini dengan tingkat income per kapita yang ada,
penduduk Indonesia baru sekitar 12 persen yang berasuransi. Artinya, peluang
pasarnya masih sangat besar ke depan. Jika produk asuransi syariah dibikin
lebih customized, berdasarkan kebutuhan masyarakat, maka asuransi syariah akan
meningkat dengan pesat bersamaan dengan semakin naiknya income per kapita.
Ketiga, saat ini sebetulnya premi asuransi (konvensional dan
syariah) cukup besar tetapi yang menikmati adalah reasuransi luar negeri.
Karena kapasitas asuransi dan reasuransi di Indonesia masih sangat kecil,
sehingga premi asuransi general insurance seperti oil & gas, mungkin
sampai 60-70 persen mengalir ke luar negeri melalui instrumen reasuransi.
Jadi kalau reasuransi syariah disatukan
dan diperbesar modalnya oleh pemerintah, maka sebagian dari yang 70 persen
capital fly tadi, bisa ditahan di Indonesia.
Kemudian, kendala yang dihadapi asuransi syariah di Indonesia
Kendala utama aspek permodalan. Umumnya asuransi syariah yang
berbentuk divisi yang berdiri di awal-awal modalnya sangat kecil. Bayangkan mau
bisa cover apa divisi/cabang syariah dengan modal awal cuma 2,5 milyar. Itu
yang membuat susah bersaing dengan konvensional.
Ada perusahaan asuransi yang preminya saja dalam satu tahun 1 triliun,
tapi buat divisi syariah hanya memberi modal 5-10 milyar. Mereka buka divisi
syariah, hanya untuk menampung nasabah yang sudah ada, jadi dibuatkan
penampungnya, yaitu cabang syariah. Tapi kaitan masalah modal ini, sudah
diatur cukup baik oleh depkeu. Jadi kebijakan ini sejak 2008 sudah ada regulasi
yang baik dari Bapepam LK.Secara umum, masyarakat kita belum begitu
'melek' tentang asuransi. Bahkan, pandangan yang didapat, justru menempatkan
asuransi sebagai pihak yang kurang diminati.
Sekarang ini bersamaan dengan pesatnya teknologi informasi dan
meningkatnya kebutuhan hidup, pemahaman dan kebutuhan masyarakat terhadap
asuransi sudah semakin baik. Persoalannya sekarang adalah kemampuan untuk
menyisihkan penghasilan yang masih pas-pasan untuk berasuransi.
Pelaku industry asuransi syariah mulai bekerja secara profesional,
terutama dengan masuknya asuransi tingkat dunia seperti Allianz,
Prudencial, Manulife, AIG, dan lain lain, citra pelayanan asuransi sudah
semakin baik. Perusahaan-perusahaan lokal juga sudah cukup banyak yang bisa
bersaing secara profesional dengan yang besar-besar tadi.
Praktek marketing menyimpang, sesungguhnya tidak didominasi
oleh industri asuransi lagi. Prilaku-prilaku menyimpang itu, baik dari segi
moral maupun riswah (suap), saat ini justru banyak terjadi di bidang bisnis
lainnya.
Ada kesan di masyarakat, industri asuransi hanya cocok buat
masyarakat kelas menengah keatas. Sementara untuk masyarakat kelas bawah tidak.
Bagaimana menurut pandangan Islam hakikat dan tujuan asuransi sesungguhnya?
Memang masih ada kesan seperti itu, tapi ini lambat laun
bersamaan dengan sosialisasi tentang fungsi asuransi akan semakin bergeser. Di
atas tadi dijelaskan betapa banyak fungsi asuransi seperti kesehatan,
kecelakaan, kematian, yang justru untuk masyarakat kelas bawah. Asuransi
sosial seperti jamsostek, astek, askes, asabri, itu kan asuransi untuk menengah
kebawah semua. Cuma masyarakat belum tau kalau itu sebetulnya menggunakan
mekanisme asuransi.
Produk lain, yang perlu menjadi perhatian industri asuransi
sekarang adalah micro insurance. Ini pangsa pasarnya sangat sangat besar dan sama
sekali belum tergarap, yaitu asuransi yang ditujukan untuk tukang cendol,
tukang combro, pedagang kaki lima, sektor informal, petani, pedagang kecil, dan
lain lain. Produk ini sedang dikembangkan teman-teman di beberapa kabupaten di
Jawa Barat, namanya Asuransi Takmin. Ini produk inovatif untuk masyarakat
tingkat bawah.
Jadi, asuransi syariah sebenarnya diperlukan oleh seluruh
masyarakat di Indonesia, baik dari kalangan atas sampai kalangan menengah ke
bawah. Akan tetapi tidak semua masyarakat mampu untuk membayar premi dan
membutuhkan waktu yang cukup untuk mempublikasikannya sehingga pemahaman
masyarakat merata tentang asuransi syariah.